Pada suatu siang yang panas, kedua guru paling cakep di Undian High School sedang duduk-duduk berduaan di ruang guru.
“Sepi ya…” kata seorang guru dengan penutup mulutnya.
“Iya ya, orang-orang pada kemana sih? Kok cuma tinggal kita berdua saja?!” kata guru yang lain sambil melihat sekeliling ruangan yang seluas lapangan Tri Lomba Juang itu dengan santainya. Puntung rokok masih menghiasi jari-jari mungilnya.
“Semua ada pelajaran, cuma kita yang nganggur siang-siang gini.”
“Yah, mau gimana lagi. Daripada pusing mikirin kerja mending kita ngupi-ngupi aja.” Ditaruh puntung rokoknya kemudian ia mengambil dua buah mug berwarna hitam kelam dengan gambar laba-laba putih di dalamnya. Sambil menuang air panas, ia berkata “Tahun ini kelas tiganya ada 4 kelas ya… Gara-gara mereka nggak masuk waktu UAN tahun lalu.”
“Iya, ya. Gara-gara mereka berenam nggak masuk, jadinya mereka nggak lulus.” Kata pak Hatake santai. “Sebenarnya kenapa, sih. Mereka kok nggak masuk waktu UAN tahun lalu?” tanya pak Hatake penasaran.
“Lho? Memang bapak nggak tahu?” tanya pak Asep yang keheranan.
“Khan waktu itu saya belum ngajar disini.”
“Kejadiannya itu…” pikiran pak Asep melayang-layang ke waktu itu.
Sehari sebelum ujian.
“Hei, ada pengumuman penting! Katanya, Prof. Misaki masuk RS.” Kata Fajar, salah satu anak kelas 3C.
“Weleh, brarti dia nggak akan njaga waktu ujian donk.” Kata Ana yang masih asyik makan kripik singkong asli dari Kopeng. Katanya sich, kalo asli dari Kopeng kripiknya beda ma yang dijual di sini. Yang dari Kopeng lebih dingin.
“Asyiik, dia kan kalo njaga ujian nggak enak. Bukan dianya, dia sih cuma duduk sambil baca koran. Tapi kaktus-kaktusnya itu loh.” Lanjut Wulan sementara HP-nya masih aktif di telinganya. Apa nggak bingung ya orang yang ditelpon??! “Oh, bukan ngomong ma kamu kok. Sori.. sori…” tuh kan, yang di seberang kawat telpon beneran bingung.
“Iya, kalo yang njaga Prof. Misaki, di setiap meja kita pasti ditaro satu kaktus jadi-jadian. Trus kalo ada yang nyontek pasti ditembak ma duri-durinya itu lho. Khan, sakit.” Kata Ana yang bibirnya mulai kedinginan gara-gara kebanyakan makan kripik asli dari Kopeng.
“Kalo cuma itu sih masih mending. Yang paling nyebelin, waktu kita salah ngisi lembar jawaban, tu kaktus malah ketawa. Kurang ajar nggak sih tuh kaktus. Nggak ada sopan santune babar pisan.” Lanjut Fajar.
Sementara itu, di sudut kelas, Phoo, Nite, Kamenashi, Aan, Lilin, ma Oguri mulai sibuk berpikir untuk menjenguk guru kesayangan Oguri itu.
“Heh? Kok kesayanganku?” tanya Oguri protes.
“Yang ngajari kamu maen CS siapa?” tanya Lilin sambil makan permen lollipop yang tinggal dikit.
“Iya sih, tapi kok jadi kesayangan?” gumam Oguri yang sedikit nggak terima.
“Terus, kapan kita besuknya?” tanya Aan.
“Aku hari ada janji ma mas Toga.” Jawab Lilin sambil makan batang lollipop yang permennya udah abis.
“Aku juga ada janji ma tukang poster yang baru. Dia bilang mau bawain posternya Suju buat upeti dah diijinin jualan di situ.” Jawab Phoo.
“Aku juga sibuk, mo ngurus blog fans clubku yang masang foto-foto telanjangku.” Jawab Kamenashi. Phoo dan Nite diem-diem sepakat buat buka tuh blog sebelum diberesin ma Kamenashi. Jarang-jarang khan mereka kompak buat masalah yang satu ini.
“Aku juga, mo nonton Krrish, sequelnya Koi Mil Gaya, perdana lho di TV.” Jawab Oguri.
“Aku, udah janji ma diriku sendiri mo hibernasi…” jawab Nite.
“Heh! Intinya pada nggak niat besuk kan?” tanya Aan yang udah semangat 45 mo ngecengin dokter-dokter praktek di RS.
“Niat! Cuma bukan sekarang!” jawab anak-anak kompak
“Besok aja jam 7 gimana? Ujian kan jam 11, cukup lah…” kata Phoo.
“Jangan jam 7, pagi-pagi amat sih?!” protes Lilin yang nganggep jam 7 itu masih subuh, pagi? ya jam 10… “Ngapain sih, subuh-subuh ke RS?! Mo bantuin ngepel ya? Jam 8 ja!”
“Jangan! Jam 8 aku mau nonton Dora dulu!” kata Nite.
“Ya udah, jam 9 ja.” kata Oguri.
“Setubuh!!!” jawab anak-anak kompak.
Besoknya, tepat jam 9 pagi. Anak-anak sudah berada tepat di depan pintu masuk RS.
“Heh! Prof. Misaki di ruang berapa?” tanya Kame.
“Kemaren nggak ada yang tanya?” tanya Nite.
“Nggak ada.” Jawab Lilin, yang lain cuma geleng-geleng kepala.
“Terus gimana?” tanya Aan.
“Tanya ma information center ja!” jawab Oguri. Mereka melangkah masuk diikuti pandangan curiga dari satpam RS.
“Mbak, bisa numpang tanya?” kata Oguri di depan mbak-mbak berumur 20 tahunan yang baru pake lipstick. Mendengar suara Oguri, mbak itu terkaget dan lipstiknya nyasar sampe ke pipinya. Bukannya tambah cantik jadi kayak perempuan bermulut sobek.
“Nanya apa, dik?” kata mbak-mbak itu sambil sibuk bersihin lipstick di pipinya pake tisu. Tapi bukannya bersih malah semakin parah, lipstiknya semakin nyebar sepipi jadi kayak tompel.
“Ruangannya Prof. Misaki dimana ya?” tanya Oguri lagi sambil nahan ketawa.
“Bentar ya…” kata si mbak sambil tangan kanannya sibuk ngklik kanan ngklik kiri sementara tangannya yang satunya lagi megangin pipi kirinya yang ditutup sama tisu, jadi kayak orang sakit gigi.
“Nggak ada yang namanya Prof. Misaki, tuh, dik.” Jawab si mbak.
“Ya udah jelas nggak ada donk mbak, namanya khan bukan Prof. Misaki, profesor itu kan gelarnya.” Kata Kamenashi.
“Oh iya ya, siapa namanya?” tanya si mbak yang mukanya mulai merah karena malu, kali ini mukanya udah kayak tomat setengah busuk.
“Misaki… siapa ya...” Jawab Nite.
“Misaki Siapaya?” sekali lagi tangan kanannya ngklik kanan ngklik kiri. “Oh, ada dik.” Anak-anak kecuali Aan jadi bingung, ini yang oon mbaknya ato komputernya sih.
“Ya ada donk mbak. Dia kan memang dirawat disini.” Jawab Aan. Kali ini anak-anak tambah bingung, kok Aan juga ikut-ikutan oon kayak mbaknya n komputernya. Sementara si mbak bukan cuma mukanya yang merah, matanya juga ikut merah gara-gara omongan Aan.
“Lha, terus, adik-adik ini mau tanya apa?”
“Adiknya siapa?” tanya Phoo.
“Kalian!!” kata si mbak yang sudah mulai naik pitam.
“Jangan marah sih mbak. Nanti saya panggilin manajernya lho.” Kata Aan.
“Eh, iya… Maksud saya kalian semua.” Jawab si mbak dengan suara manis.
“Emang di RS ada manajernya?” tanya Lilin.
“Oh, nggak ada. Adanya…” belum selesai si mbak ngomong, dia sadar kalau nggak penting menjawab pertanyaan mereka.
“Penting lho mbak! Mbak khan di information center.” Kata Nite yang seakan-akan bisa membaca pikiran orang.
“Iya dik, eh, maksud saya, apa ada yang bisa saya bantu?” tanya si mbak yang mulai kelelahan dengan nada manis semanis lipglossnya yang rasa strawberry.
“Mbak, beli lipglossnya dimana, mbak?? Beli di saya aja, mbak. Dijamin murah.” Kata Aan antusias.
“Saya nggak beli, dikasi.” Jawab si mbak.
“Dikasi siapa?” tanya Phoo penasaran.
“Dikasi ma satpam itu.” Jawab si mbak sambil tersipu malu, si satpam yang dimaksud juga ikutan malu, tapi gara-gara barusan dia jatoh dari undak-undakan. “Trus, kalian semua mau tanya apa?”
“Tadi kan udah dibilang, mau tanya kamarnya Prof. Misaki nomor berapa?” kata Oguri.
“Oh, nomor 312.” Jawab si mbak mantap. Hatinya setengah lega setelah bisa menjawab pertanyaannya dengan benar dan kali ini dia yakin mereka pasti akan segera pergi.
“312 itu dimana mbak?” tanya Kamenashi.
“Di lantai tiga…”
“Lewat mana?” tanya Aan.
“Lewat tangga di sebelah sana.” Jawab si mbak sambil nunjuk tangga di sebelah kanannya.
“Nggak ada lift ya mbak?” tanya Lilin.
“Ada dik, cuma khusus buat pasien sama karyawan.”
“Cuma khusus buat pasien ma karyawan?? Lha terus dokter nggak boleh naik lift? Nanti kalo ada darurat di lantai lima gimana? Masa disuruh lari-lari dulu lewat tangga?” tanya Oguri.
“Karyawan itu maksudnya juga termasuk dokter.” Jelas si mbak.
“Kalo keluarga pasien gimana? Kalo pasiennya dah sekarat mau mati mau ketemu sama keluarganya dulu, masa matinya ditunda nungguin keluarganya naik tangga sampe ke atas dulu?” tanya Kamenashi. Si mbak bingung mau jawab apa.
“Ya, itu sih nasib.” Jawabnya pelan.
“Kok nasib?! Ini kan RS, jangan bikin pasien tambah menderita donk!” Phoo nggak terima.
“Ya… Itu gimana ya…” si mbak bingung celingukan kanan kiri cari bantuan. Dalam hati dia berharap supaya mereka cepat-cepat pergi.
“Ah, sudahlah mbak, nggak usah dipikirin!” kata Nite. Siapa juga yang mau mikirin, batin si mbak.
“Iya, satpamnya suruh kesini aja mbak, suruh nganterin kita. Kita khan nggak tahu jalannya.” Lanjut Nite. Tanpa basa-basi si mbak langsung loncat dari tempat duduknya ke tempat satpam.
“Mari dik, saya antar.” Kata satpam itu sopan.
“Mas… Mas temennya mbak itu ya?” tanya Oguri di sepanjang jalan.
“Ehm, iya sih… Emang kenapa?” tanya satpam itu malu-malu.
“Nggak, kalo temennya, bilang ma dia mas, lain kali kalo abis makan coklat, mulutnya bersihin dulu. Sisa coklatnya masih pada nempel di gigi tuh.” Tanpa menjawab dan berkata apa-apa si satpam menunjukkan kamar 312 dan langsung ngeloyor pergi.
“Makasih ya mas…” kata anak-anak kompak, padahal satpamnya udah nggak ada.
Tiba-tiba suasana menjadi sepi sampai-sampai jam dinding di ujung koridor terdengar sangat kencang. Keenam murid ‘teladan’ berdiri mematung di depan pintu 312. Mereka serasa berada di kutub selatan, membeku dari ujung kaki sampe ujung kepala. Bermenit-menit mereka membatu seperti itu sampai akhirnya pintu kamar dibuka dari dalam.
“Whoooaaaaa…..” Jerit keenam anak itu.
“WHOOOAAAA…..” orang yang membuka pintu dari dalam nggak kalah kaget setelah mendengar teriakan mereka berenam.
“Ya ampun, sensei. Jangan bikin kaget orang donk!!” protes Nite.
“Yang bikin kaget tu ya kalian itu! Sudah berdiri di depan pintu, pake teriak segala!” kata sesosok manusia yang mereka kenal sebagai Ryan sensei sambil masih mengelus dada memeriksa apa jantungnya masih ada. “Masuk sana!!” kata Ryan sensei sambil memukul kepala anak-anak pake vas bunga. Lumayan lho, kepala dipukul pake vas bunga. KDS tuh, Kekerasan Dalam Sekolah.
“Sensei, mau kemana?” tanya Aan.
“Mau ngambil air.” Kata Ryan sensei sambil nunjukin vas bunga yang kayaknya mulai retak gara-gara diketokin ke enam kepala.
“Ya udah, ati-ati sensei! Kalo jatuh bangun sendiri ya sensei!” kata Phoo.
DUAKK. Sekali lagi tu vas bunga mendarat di kepala Phoo. Kali ini vas bunganya beneran pecah.
“Yah, nggak jadi ambil air donk!” kata Nite.
“Iya, berkat kalian!” kata Ryan sensei. Kemudian ketujuh makhluk itupun masuk ke dalam kamar Prof. Misaki. Di atas tempat tidur, Prof. Misaki terbaring dengan damai.
“Ya ampun!!” kata Oguri sambil mendekat ke tempat tidur Prof. Misaki. Ryan sensei dan anak-anak yang lain terharu melihat Oguri yang begitu mencemaskan keadaan gurunya itu.
“Ya ampun, prof. Kok kaktusnya Prof. Misaki sampe layu gini sih?” tanya Oguri keheranan. Ryan sensei dan anak-anak yang lain juga nggak kalah heran ngeliat Oguri.
“Jangan pegang-pegang!!” Prof. Misaki terbangun dari tidurnya. Untung dia bukan putri tidur, kalau iya, siapa yang mau nyium coba??
“Profesor sudah baikan?” tanya Phoo dengan wajah imut yang nggak pernah singgah di wajahnya. Kayaknya Phoo udah lupa kalo minggu kemaren dia habis dihukum nyabut rumput di halaman belakang yang luasnya nggak sampe 3 hektar sama Prof. Misaki.
“Sudah.” Jawab Prof. Misaki dengan suara berat. “Kenapa kalian disini?”
“Lho, kita khan njenguk professor…” jawab Nite.
“Kalian nggak ujian??” tanya Ryan sensei. Keenam murid itu bersamaan melihat ke arah jam dinding. Jarum pendek menunjuk ke arah angka 10.
“Baru juga jam 10, pak.” Jawab Lilin.
“Jam 10 mu!!” kata Ryan sensei sambil nggetok kepalanya Lilin pake HPnya. Sekali lagi, mereka berenam melihat ke arah jam dinding. Jarum panjang menunjuk ke arah angka 11.
“Kalo kayak gitu tuh berarti sekarang jam berapa?” tanya Lilin ke Kamenashi.
“Mungkin jam 10 lebih 11.” Jawab Kamenashi. Satu pukulan termahal, pake HP soalnya, mendarat ke kepala Kamenashi. Dan keluarlah mantra ngapak-ngapaknya.
“Ini sudah hampir jam 11!!” kata Ryan sensei. “Jarak sekolahan ke sini itu ½ jam kalo pake motor. Kalian terlambat ujian tau!!”
“What???” kompak mereka kaget, walaupun nggak terlalu peduli sih sebenernya.
“Udah, nanti saya bilang ma pak Asep, biar kalian dikasih ujian susulan aja!” kata Ryan sensei lagi.
“WHAT???” kaget mereka semakin menjadi.
DUAKK. HP Ryan sensei mendarat dengan tidak mulus di kepala keenam muridnya. Alhasil, sekarang gantian HP nya Ryan sensei yang berubah fungsi jadi puzzle. Sebenernya kepala mereka sekeras apa sih, hihihi.
つつく
Tidak ada komentar:
Posting Komentar