Februari 06, 2009

Hima.013B Misteri 69 (session 2)

Akhir-akhir ini sedang populer all ‘bout horoskop. Tidak ketinggalan pula kelas 3D, bukan ramalannya yang populer, tapi pernak-perniknya. Anak-anak 3D membeli hampir semua pernak-pernik horoskop yang mereka liat. Ada yang beli bolpoin gambar ikan, ada yang beli penghapus bentuk singa, bahkan ada yang pake tas bentuk kepiting. Demam horoskop meraja lela nggak cuma di kalangan murid, tapi juga di kalangan guru-guru. Tongkat sihirnya Prof. Snape berbentuk panah lengkap dengan tempat tongkatnya bergambar manusia setengah kuda. Yang terhormat pak kepala sekolah Asep juga beli stempel bergambar air. Hampir di setiap sudut bukunya ada capnya.

“Liat deh, sepatu baruku. Gambar anak kembar, satu di kanan, satu lagi di kiri.” Kata Aan memperlihatkan sepatunya ke anak-anak yang lain.
“Teh, namanya sepatu itu pasti kembar.” Kata Phoo yang tangannya masih sibuk ngerjain ujian IAD yang open book.
“Yoi, kalo di kanan ada gambar orangnya, yang di kiri juga ada gambar orangnya.” Kata Akanishi.
“Baka…!” …
“Duh, ni stempel payah ah. Kok tintanya dah abis ya…” kata Nite yang sejak tadi sibuk ngecap apa aja yang bisa dicap, buku kek, meja kek, baju kek, bahkan sampe jidat orang juga dicap.
“Ya musti udah abis donk. Dari tadi dibuat maen terus.” Kamenashi berkomentar sambil meratapi kertas ujiannya yang nggak luput dari serangan stempelnya Nite.
“Ditipu penjualnya neh… Udah tintanya warna merah, padahal katanya warnanya bunglon lho, cepet abis lagi…” Nite masih aja ngedumel.
“Woi! Penjualnya seh nggak bohong. Itu stempel udah 3 hari kamu cap’in kemana-mana.” Kata Kamenashi sambil numpuk kertas ujian anak-anak yang lain.
Walaupun mereka ngomongnya bisik-bisik tetep aja suara mereka kedengeran seantero kelas dan moga-moga aja nggak dikira contek-contekan.
“Kamenashi, mau kemana?” tanya Phoo sambil mengedipkan-ngedipkan matanya.
“Phoo, kamu kelilipan ya?” tanya Oguri.
“Ow, nggak. Ini memang dari lahir, kata ibuku, aku waktu lahir itu dikedipin ma dokternya, karena dokternya cakep ya aku kedipin balik deh. Eh, kebawa sampe sekarang, nggak bisa ilang.” Phoo menjelaskan panjang lebar sementara Kamenashi sudah hilang dibawa angin, Oguri sudah terlelap dalam mimpi buruknya, Aan dah sibuk nawarin produk kosmetiknya ke Nite ma Lilin yang ditanggepin dingin ma Lilin. Akanishi memandang ke luar jendela dengan tatapan kosong.
Tidak lama setelah itu, di ruang guru, pak Hatake sibuk memeriksa ujian IAD tadi. Satu lembar dibaca, dia mulai senyam-senyum. Lembar kedua, dia mulai cekikikan. Lembar ketiga, mulai terkekeh-kekeh. Lembar keempat, mulai disangka gila. Dari lembar-lembar yang udah dibaca, semua dikasi nilai sama rata, 70. Kata dia, 100 itu untuk yang di atas (bukan tukang genteng, lho ya), 90 buat dosen, 80 buat mahasiswa, 70 buat murid sekolah. So, semua anak yang jawabannya bisa bikin pak Hatake senyam-senyum geli, ya, dikasi nilai 70 deh. Tapi ada 6 anak yang rupanya mau nantang. Enam orang murid yang paling caem, paling pinter, paling rajin, paling bae, paling gemar menabung, paling-paling itu semua bo’onk. Dua anak jawabannya ngaco, empat lembar kertas lainnya kosong. Pak Hatake mulai berpikir keras. Kalau dia kasih nilai 0 buat mereka, pasti nanti pak Hatake dipanggil pak Asep. Trus, dikasih nilai berapa donk?? Sementara otak pak Hatake berputar sendiri, tangan pak Hatake mulai mengambil bolpoin warna merah di dalam kotak pensilnya. Lho?? Ternyata tintanya abis. Diliriknya koperasi yang jaraknya lumayan jauh buat dia, 10 meter lebih dikit. Aduhhh… Males, udah PW, posisi wuenak. Gimana donk. Otaknya mulai berputar lagi. Belum ada 2 putaran, mata pak Hatake sudah tertambat pada nama Kamenashi. Kertas putih kosong itu berhias sebuah cap lambang Cancer berwarna merah. Lambang Cancer kan bisa juga dibaca 69 kalo posisinya berdiri kayak gini. Timbul sebuah ide dalam kepala pak Hatake, ting. Kebetulan Prof. Snape juga berzodiak Cancer, kebetulan juga Prof. Snape beli stempel Cancer, kebetulan lagi mejanya nggak lebih dari 2 meter dari tempat duduknya. Diambilnya penggaris panjang, buat ngambil tuh stempel. Dalam sekali cutik, tuh stempel dah mencelat ke arahnya pak Hatake, jadi dia nggak perlu berdiri trus jalan buat ngambil tuh stempel. Dengan semangat menggebu-gebu, kelima kertas lainnya dia cap sekuat-kuatnya.
Sementara itu, di luar, di lapangan tenis Kamenashi, Lilin, Aan, Nite, Oguri dan Phoo sedang asik maen basket pake bola voli.
終わり


Tidak ada komentar:

Posting Komentar