Februari 06, 2009

Hima.006 Gara-gara Lilin

Yo, malam ini adalah malam yang sangat penting buat anak-anak asrama Timur, khususnya kamar no 13.



Empat makhluk di dalam ruangan yang cuma 5 kali 5 meter persegi itu begadang malam ini. Bukan karena besok ada ujian, biasanya mereka cuma begadang kalau ada ujian besoknya, tapi malam ini mereka begadang karena Lilin sakit flu, bahasa kerennya ‘meler’. Tuh anak satu memang anak kesayangannya dokter, sakit terus sepanjang tahun, kalau nggak sakit tenggorokan, migrain, paling parah sariawan. Tapi kali ini pilek, gara-gara kemarin habis renang di got nan bersih sebersih kali Ciliwung. Katanya, kalau dibuat tidur pileknya meler ke tenggorokan, jadi nggak bisa napas. Dan cuma gara-gara dia nggak bisa tidur, seasrama jadi ikut-ikutan nggak tidur. Nggak bisa tidur gara-gara digangguin sama Lilin yang nggak terima kalau cuma dia yang tersiksa.

“Hehh… kita mau melek sampe kapan neh?” setelah tiga jam saling pandang sama ikan koinya Lilin yang sama-sama mentolo matanya, akhirnya Aan buka suara.

“Sampe aku bisa tidur.” Jawab Lilin tega.

“Nunggu kamu tidur bisa sampe pagi, kan?”

“Ya berarti kita tidurnya pagi.”

“Trus sekolahnya?”

“Bilang ja sakit.”

“Barengan?”

“Iya.”

“Lagi?”

“Yup.” Kali ini ingusnya Lilin dah meler sampe 20cm lebih. Nggak kalah panjang sama ingusnya Bo di Crayon Shinchan.

Tik… tik… tik…

Cuma jam dinding yang terdengar di tengah-tengah keheningan. Pengen nyalain TV, TVnya di ruang tengah, mau nyalain radio, bingung radionya siapa, HP juga bunyinya cuma bisa poliklinik. Tiba-tiba pintu dibuka dari luar. Anak-anak asrama 1 ternyata nggak punya sopan santun ya, ngetok dulu kek, untung aja yang punya kamar nggak lagi melakukan sesuatu yang mencurigakan, mainan Barbie misalnya, atau bareng-bareng cari kutu berempat ngebentuk lingkaran empat orang. Oguri dan Kamenashi nongol dengan dua kantong belanjaan di tangan. Satu dari mini market 24 jam “Gila-L” punya asrama yang satunya lagi dari apotek “Pengawal” yang juga fasilitas asrama.

“Obat ma teh Oulong.” Sano langsung ngasih dua-duanya ke Lilin. Seketika itu juga muka Lilin langsung merah, bukan karena tersipu malu sama kebaikan Oguri tapi karena terlalu semangat nyedot ingusnya yang panjangnya sudah ngalahin rekornya Bo.

“Wuih… Kame bae banget.” Dengan sigap Nite mempersilakan Kamenashi duduk di singgasananya yang berupa dingklik setengah tua bergambar kaktus.

“Yang bawa kan Oguri bukan Kamenashi, ya kan?” Aan meminta persetujuan dari Oguri.

“Berisik!” Oguri langsung membuka obat flu yang tadi dibawanya.

“Koq aku ngerasa ada sesuatu yang aneh ya.” Nite dengan indra kedelapannya mulai menyadari keanehan di dalam kamar no 13 itu.

“Apa yang nggak beres?” Jarang-jarang Kamenashi bertanya dengan mata menatap tajam seperti itu. Cuma segelintir makhluk di dunia ini saja yang tahu kalau ternyata Kamenashi penakut.

“Emang kamu nggak nyadar sesuatu?”

“Apa?”

“Beneran nggak tahu?”

“Apa??” Semua mulai penasaran.

“Tuh.” Nite menjawab sambil menunjuk ke arah seonggok perempuan yang sedang duduk membatu di sudut kamar.

“Lho, Phoo ada di sini toh?” Tanya Oguri sadis.

“Koq nggak gerak? Tapi matanya melek lho. Kesambet kali. Kame, coba kamu ke sini deh.” Perintah Nite.

“Ngapak?”

“Ya coba aja, kalau kamu ada di depannya siapa tahu dia sadar.” Semuanya setuju Phoo kesambet setan pojokan. Tanpa membantah lagi Kamenashi maju ke depan Phoo. Nite pun ikut-ikutan datang ke samping telinga Phoo dan dengan Toa masjid yang belum dikembaliin sama Aan…

“PHOOO…!!!!!!!” Alhasil, bukan cuma Phoo, setan-setan penunggu kuburan sebelah juga ikutan kebangun. Begitu Phoo sadar dari tidurnya, ternyata anak asrama ini bisa tidur sambil melek, muka Kamenashi sudah ada di depannya.

“Mabushiiii…”

Croootttt…

Dengan sukses Phoo nyemprot muka Kamenashi pake mimisannya.

“Jorok!” Oguri komentar sementara tangannya sibuk ngegerus obat flu pakai sendok. Maklum yang mau minum obat itu bayi tua.

“Eh!! Kamenashi, gomen… gomen…” cepet-cepet Phoo ngambil saputangan di atas meja buat ngelap mukanya Kamenashi. Kayak kata pepatah, keluar mulut buaya masuk mulut harimau. Bersih dari mimisannya Phoo kotor lagi kena ingusnya Lilin yang ada di saputangan bekasnya Lilin. Perlu dicatat, hari ini tanggal x bulan x tahun xx, hari sialnya Kamenashi. Kayaknya besok memang kudu bolos buat buang sial di laut. Pengennya Kamenashi sih, Phoo yang dilarung, tapi sudah ada satu list yang ngantri kudu dilarung duluan, Lilin.

“Pegangin tangan kakinya Lilin!” Perintah Oguri sambil bawa sendok isi obat cair. Aan pegang kaki, Phoo ma Nite pegang tangannya, sementara Kamenashi masih sibuk ngelap mukanya pake jaketnya Phoo. Sekuat tenaga Lilin berontak. Kakinya dijejak-jejakan. Nggak nyadar ngejejak lemari buku di sebelahnya. Buku-buku di rak paling atas mulai jatuh bebas dan mendarat dengan selamat di muka Lilin. Lilin tiba-tiba nggak berontak lagi. Diem aja kayak batu. Ow, ternyata cuma pingsan toh. Aan, Nite, Phoo ma Oguri liat-liatan.

“Sekarang kita udah bisa tidur.” Kata Oguri sambil naruh sendok penuh obat ke atas meja dan ngajak Kamenashi keluar kamar.

3 komentar: