Agustus 05, 2009

Hima.027 Jamur Beracun - Biji Pertama

Sebenarnya, anak-anak kelas 3 pada bingung. Sebenarnya, dalam satu minggu itu pelajaran IAD ada berapa kali. Dan sebenarnya lagi, kenapa setiap pelajaran IAD gurunya yang tak lain dan tak bukan adalah pak Hatake selalu nggak masuk. Tidak jauh berbeda dengan pelajaran-pelajaran sebelumnya, pelajaran kali ini pun, pak Hatake tidak masuk dengan alasan dia disuruh mengantarkan tamu keliling sekolahan oleh pak Asep.

Satu setengah jam sebelum jam pergantian berdentang, pak Hatake memberikan sebuah tugas kepada anak-anak kelas gabungan, kelas 3D dan kelas 3C. Sebenarnya, jam kelas 3D nanti siang, tapi katanya, pak Hatake ada janji sama dirinya sendiri buat tidur siang, jadi kali ini kedua kelas itu digabung. Tugas kali ini tidak jauh-jauh berbeda dengan tugas-tugas sebelumnya, yaitu mencari jamur beracun yang konon katanya dapat mengubah kepribadian orang. Beberapa anak merasa tugas ini tidak bermutu dan dengan setengah-setengah mereka mencarinya. Namun ada beberapa anak yang sangat antusias dalam tugas kali ini.
Nia, [kalau dimakan Dini, sapa tau dia lupa nagih iuran Kagayaki]
Dini, [kalau dimakan Ratna, sapa tau dia mau minjemin tugas tata Negara Jepang]
Ratna, [kalau dimakan Nia, sapa tau dia mau keramas]
Phoo, [kalau dimakan Nite, sapa tau dia jadi nggak suka lagi sama Kamenashi]
Aan, [kalau dimakan Lilin, sapa tau dia mau beli kosmetikku]
Kamenashi, [kalau dimakan Oguri, sapa tau kosakatanya nambah]
Nite, [kalau dimakan Kamenashi, sapa tau ngapak-ngapaknya ilang]
Oguri, [kalau dimakan Aan, sapa tau dia nggak baka lagi]
Lilin, [kalau dimakan Akanishi, sapa tau lolipopnya buat aku semua]
Akanishi, [kalau dimakan Phoo, sapa tau dia jauh-jauh dari Kamenashi (???)]
Siti, [nggak boleh… punya niat jelek…]
Hatchi… hatchi… hatchi…
Kesebelas anak itu pun mulai bersin-bersin semua gara-gara saling ngomongin dalam hati. Tapi semangat mereka yang membara tidak terpatahkan meskipun mereka harus mendaki gunung dan melewati lembah. Demi dua buah jamur beracun itu, satu buat dikumpulin, yang satu lagi buat dikasi ke teman mereka sendiri sesuai rencana awal mereka, hihihi… tanduk kecil mereka pun mulai bermunculan.
Hari semakin siang, anak-anak berpencar dalam pencarian.
“Kok nggak ketemu-ketemu juga ya… kalau tau gini sih, mending tadi pelajaran aja.” Kata Aan yang sudah mulai lemas.
“Iya ya. Kalau tadi diisi pelajaran di kelas khan, sekarang pasti udah selesai.” Jawab Akanishi yang tubuhnya masih dibalut perban sebadan jadi kayak mumi, gara-gara dua hari ini digebukin terus sama Lilin.
“Sudahlah! Jangan ngeluh terus! Yang semangat!!” kata Nite sambil membuka permen lollipop yang kedua.
“Yang semangat apanya?! Kamu sendiri udah jalannya paling belakang, dari tadi istirahat terus!!” jawab Lilin lalu menoleh ke belakang ke arah Nite. Ketika dilihatnya Nite sedang membuka permen lollipop, dia langsung mundur ke belakang mencoba merebut permen itu. Belum berhasil dia merebut permen itu, Nite sudah terlanjur menyerahkannya dengan ikhlas.
“Nih!!”
“Nggak mau! Udah masuk mulut!!” jawab Lilin sewot. Tapi ekor matanya masih mencuri pandang pada permen lollipop Nite. “Mau donk. Masih ada lagi nggak??”
“Nggak ada. Usaha donk!!” jawab Nite.
“Usaha gimana??” tanya Lilin penasaran. Kemudian Nite menunjuk ke arah tas Akanishi yang sedikit terbuka di depannya. Dari dalam kantong kecil, menyembul keluar tusuk-tusuk lollipop. Dengan pelajaran kilat dari Nite, tangan kecil Lilin pun mulai mempraktekkan ajaran Nite. Pelan-pelan tapi pasti, tangan kanan Lilin merogoh ke dalam tas Akanishi. Pelan sekali, tapi sayang, antena radar Akanishi berbunyi. Dengan sigap, Akanishi menangkap tangan Lilin yang sebenarnya sudah memegang dua batang.
“Hayo!! Ngapain?!” kata Akanishi. Lilin pun cuma bisa cengengesan. Tangan Lilin ditarik keluar oleh Akanishi, dilihatnya dalam genggaman tangan Lilin terdapat dua buah batang lollipop yang benar-benar tinggal batangnya. “Apaan nih?? Kamu makan lollipopku ya!!!”
“Nggak kok. Aku baru mau ngambil kok.”
“Ah, bohong khan kamu!! Ini tinggal batangnya!!”
“Itu, tadi Nite…” jawab Lilin yang udah keringat dingin sambil nunjuk ke arah Nite.
“Apaan sih. Nggak tau apa orang lagi capek, kepanasan, mana nggak becek, nggak ada ojek.” Kata Nite yang melewati posisi mereka berdua sambil menyembunyikan lolipopnya menyusul Kamenashi yang berada di depan Akanishi.
Keributan yang dibuat Lilin dan Akanishi menyebabkan mereka tidak melihat jalan yang mereka lalui. Akanishi yang berjalan setengah mundur tidak tahu kalau di depannya ada sebuah akar pohon ganjen yang menongolkan sedikit bagian tubuhnya. Dengan sangat pas, kaki kiri Akanishi nyangkut di akar pohon itu. Menyadari tubuhnya akan segera tumbang, tangan kanan Akanishi dengan sigap menarik baju Lilin. Kalau saja di depan mereka tidak ada Kamenashi, mereka pasti akan jatuh barengan. Harga diri mereka memang terselamatkan oleh Kamenashi, tapi kepala mereka nggak. Saat mereka hampir jatuh ke depan, kepala Lilin bertabrakan dengan kepala Akanishi. Duakkk… Entah karena kepala Lilin yang kerasnya minta ampun atau apa, kepala Akanishi pun langsung mental ke depan ke arah kepala Kamenashi. Dan strike!! Kepala keduanya pun bertabrakan. Duakkk… Untung aja yang tabrakan cuma kepala mereka, jadi mereka bertiga nggak kena gegar otak, coba kalau lutut…
Kamenashi pun dengan bersungut-sungut marah-marah ke Akanishi.
“Bukan aku! Ini Lilin!!” bela Akanishi.
“Udah lempar aja ke jurang!” kata Kamenashi yang emang lagi sewot gara-gara di kepalanya bagian belakang muncul sebuah benjolan sebesar bola golf.
Glundung… Glundung…
Mendengar suara yang aneh itu, semua mata mencari-cari sumber suara itu. Dilihatnya, Lilin tengah berguling-guling ke bawah ke dalam jurang yang sangat-sangat nggak dalam, paling-paling cuma tiga meter.
“Akanishi!!!” tuduh Kamenashi.
“Bukan aku!!” bela Akanishi. Akanishi pun mempraktekkan ulang kejadian yang sebenarnya. Tadi saat Lilin habis kejeduk kepalanya, dia marah-marah, dia bilang kepala Akanishi kuerasnya minta ampun. Pertengkaran mereka pun berlanjut, saat Lilin mau memukul Akanishi pake tas punggungnya dengan gaya setengah loncat, dengan sigap Akanishi berhasil menghindar, sehingga Lilin cuma berhasil memukul angin bekas posisi Akanishi, dan jurang kecil di sebelah kanan Akanishi menganga meminta tumbal. Ke dalam jurang itulah, tubuh kecil Lilin terpelanting.
Owww… Anak-anak yang mendengar dongeng singkat Akanishi mulai maklum. Sayang dongengnya Akanishi kali ini singkat banget, cuma lima menit, jadi mereka belum sempat menyiapkan popcorn. Sementara tubuh beku Lilin yang membujur kaku di bawah sana, mulai didatangi laler-laler ijo.
“Lilin!!” teriak Phoo yang mulai sadar temannya tergeletak di bawah sana. Mereka semua menghampiri Lilin. Harap-harap cemas anak-anak terlihat di wajah mereka.
Nia, [ayo, berubah lagi jadi feminim, abis ini kita nyalon]
Aan, [mudah-mudahan berubah lagi, trus beli kosmetikku]
Akanishi, [jangan dendam lagi, aku masih kayak mumi nih]
Kamenashi, [jangan berubah lagi, aku eneg]
Siti, [jangan suka mikir yang nggak-nggak ah…]
“Lin, masih idup khan??” kata Nite sambil nusuk-nusuk badannya pake batang pohon dari jarak dua meter.
“Nite, jangan ditusuk-tusuk kayak gitu donk! Emang dia apaan.” Kata Nia yang mulai menggoyang-goyangkan badan Lilin dengan kedua tangannya yang terbungkus sarung tangan plastik. Perlahan-lahan, Lilin mulai membuka matanya. Lilin melihat sekitar dengan sangat perlahan. Awalnya hanya ada cahaya putih yang memenuhi pandangannya. Lama kelamaan satu per satu wajah teman-temannya muncul ke dalam pupil matanya. Ada Phoo, Nia, Ratna, Nite, Siti, Kamenashi, Akanishi, Oguri, dan Dini.
“Lho, mana Aan??” tanya Lilin perlahan. Di ujung sana Aan sedang berdiri dengan handphone menempel di telinga kanannya.
“Lho, Lin. Kok udah bangun?! Pingsan lagi sana. Aku baru manggil ambulance nih.” Aan sudah menemukan satu cara supaya dia bisa ngeceng lagi di RS.
“Gak sopan!!” kata Lilin sambil bangkit berdiri. “Aaaaaaaaaaaa” teriak Lilin tiba-tiba membuat semua temannya kaget.
“Ada apa?” tanya mereka.
“Kok aku kotor banget??” tanya Lilin heran melihat tubuhnya cemong-cemong tanah.
“Ah kirain ada apa. Ya iyalah kotor. Kamu khan baru aja jatuh dari sana.” Kata Akanishi sambil menunjuk ke arah atas. “Bukan aku lho yang dorong kamu. Kamu jatuh sendiri!”
“Iya aku tau.” Kata Lilin lemas sambil menatap pakaiannya. Sepanjang perjalanan Lilin diam seribu bahasa. Anak-anak yang lain mulai curiga ada sesuatu yang terjadi padanya.
Hari sudah mulai malam, tapi mereka belum juga menemukan jamur beracun yang dimaksud pak Hatake. Akhirnya mereka pun menyerah, dan pulang ke asrama. Mereka pasrah dapat hukuman aneh apa lagi.
* * *


Tidak ada komentar:

Posting Komentar